Minggu, 15 Januari 2012

KONSEPSI KESEHATAN MENTAL MENURUT ZAKIAH DARADJAT


 

A.    Pengertian Kesehatan Mental

Pemikiran Zakiah Daradjat tentang kesehatan mental dapat dilihat dari sejarah pendidikan dan pengalaman Zakiah sebagai konsultan ketika menghadapi klien atau orang-orang yang menghadapi berbagai macam problema dalam kehidupannya, termasuk para penderita penyakit atau gangguan kejiwaan. Dari sinilah dapat diketahui secara jelas pemikiran Zakiah, demikian pula dengan melihat karya-karya Zakiah  sebagai seorang psikolog.
Banyak pengertian dan definisi tentang kesehatan mental  yang diberikan oleh para ahli sesuai dengan pandangan di bidang masing-masing. Zakiah Daradjat dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar kesehatan jiwa di IAIN “Syarif Hidayatullah Jakarta” mengemukakan empat buah rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut para ahli. Keempat rumusan tersebut disusun mulai dari rumusan-rumusan yang khusus sampai dengan yang lebih umum.[1]
1.      Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose)
Berbagai kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) menyambut baik definisi ini. Seseorang dikatakan bermental sehat bila terhindar dari gangguan atau penyakit jiwa, yaitu adanya perasaan cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, hilangnya kegairahan bekerja pada diri seseorang dan bila gejala ini meningkat akan menyebabkan penyakit anxiety, neurasthenia dan  hysteria. Adapun orang yang sakit jiwa biasanya akan memiliki pandangan berbeda dengan orang lain inilah yang dikenal dengan orang gila.
2.      Kesehatan mental adalah: kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat sera lingkungan tempat ia hidup.
Definisi ini lebih luas dan bersifat umum  karena berhubungan dengan kehidupan manusia pada umumnya. Menurut definisi ini seseorang dikatakan bermental sehat bila dia menguasai dirinya sehingga terhindar dari tekanan-tekanan perasaan atau hal-hal yang menyebabkan frustasi. Orang yang mampu menyesuaikan diri akan merasakan kebahagiaan dalam hidup karena tidak diliputi dengan perasaan-perasaan cemas, gelisah, dan ketidakpuasan. Sebaliknya akan memiliki semangat yang tinggi dalam menjalani hidupnya. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, harus lebih dahulu mengenal diri sendiri, menerima apa adanya, bertindak sesuai kemampuan dan kekurangan. Ini bukan berarti  harus mengabaikan orang lain.
Dalam definisi ini orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dapat menguasai segala faktor dalam hidupnya, sehingga dapat menghindarkan diri dari tekanan-tekanan perasaan yang menimbulkan frustasi.
3.       Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.
Definisi ini lebih menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya  dan pembawaan yang dibawa  sejak lahir, sehingga benar-benar membawa manfaat bagi orang lain dan dirinya sendiri.
Dalam hal ini seseorang harus mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dimilikinya dan jangan sampai ada bakat yang  tidak baik untuk tumbuh yang akan membawanya pada ketidakbahagiaan hidup, kegelisahan, dan pertentangan batin. Seseorang yang mengembangkan potensi yang ada untuk merugikan orang lain, mengurangi hak, ataupun menyakitinya, tidak dapat dikatakan memiliki mental yang sehat. Karena memanfaatkan potensi yang ada dalam dirinya untuk mengorbankan hak orang lain.
4.      Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif  kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Seseorang dikatakan memiliki mental sehat apabila terhindar dari gejala
. penyakit jiwa dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya. Kecemasan dan kegelisahan dalam diri seseorang lenyap bila fungsi jiwa di dalam dirinya seperti fikiran, perasaan, sikap, jiwa, pandangan, dan keyakinan hidup berjalan seiring sehingga menyebabkan adanya keharmonisan dalam dirinya.
Keharmonisan antara fungsi jiwa dan tindakan dapat dicapai antara lain dengan  menjalankan ajaran agama dan berusaha menerapkan norma-norma sosial, hukum, dan moral. Dengan demikian akan tercipta ketenangan batin yang menyebabkan timbulnya kebahagiaan di dalam dirinya. Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan, harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu- ragu dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
Dapatlah dikatakan bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawanya pada kebahagiaan bersama, serta tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup. Ada beberapa definisi penting yang perlu di jelaskan dalam konsep kesehatan mental Zakiah Daradjat.
a.       Pengertian mengenai terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan ialah berkembangnya seluruh potensi kejiwaan secara seimbang sehingga manusia dapat mencapai kesehatannya secara lahiriah maupun batiniah serta terhindar dari pertentangan batin keguncangan, kebimbangan, dan perasaan dalam menghadapi berbagai dorongan dan keinginan.
b.      Pengertian terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri ialah usaha untuk menyesuaikan diri secara sehat terhadap diri sendiri yang mencakup pembangunan dan pengembangan seluruh potensi dan daya yang terdapat dalam diri manusia serta tingkat kemampuan memanfaatkan potensi dan daya seoptimal mungkin sehingga penyesuaian diri membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi diri sendiri maupun orang lain.
c.       Pengertian tentang penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan  dan masyarakat merupakan tuntunan untuk meningkatkan keadaan  masyarakatnya dan dirinya sendiri sebagai anggotanya. Artinya, manusia tidak hanya memenuhi tuntutan masyarakat dan mengadakan perbaikan di dalamnya tetapi juga dapat membangun dan mengembangkan dirinya sendiri secara serasi dalam masyarakat. Hal ini hanya bisa dicapai  apabila masing-masing  individu dalam masyarakat sama-sama berusaha meningkatkan diri secara terus menerus  dalam batas-batas yang diridhoi Allah.
d.      Pengertian berlandaskan  keimanan dan ketakwaan adalah masalah keserasian yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi kejiwaan dan penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya hanya dapat terwujud  secara baik dan sempurna apabila usaha ini didasarkan atas keimanan  dan ketakwaan kepada Allah SWT.  Dengan demikian, faktor agama memainkan peranan yang besar dalam pengertian kesehatan mental.
e.       Pengertian bertujuan untuk mencapai kehidupan yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat  adalah kesehatan mental bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang baik, sejahtera, dan bahagia bagi manusia secara lahir dan batin baik jasmani maupun rohani, serta dunia dan akhirat[2]

B.     Pengaruh Kesehatan Mental dalam Hidup

Cara menentukan  pengaruh mental  tidak mudah, karena mental tidak dapat dilihat, diraba atau diukur secara langsung. Manusia hanya dapat melihat bekasnya dalam sikap, tindakan, cara menghadapi persoalan, dan akhlak. Oleh ahli jiwa dikatakan bahwa pengaruh mental itu dapat dilihat pada perasaan, pikiran, kelakuan, dan kesehatan.
1.      Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Perasaan
Pengaruh kesehatan mental terhadap perasaan akan terlihat dari cara orang menghadapi kehidupan ini. Misalnya ada orang yang  menghadapinya dengan kecemasan dan ketakutan. Banyak hal-hal kecil yang mencemaskannya, kadang-kadang hal remeh, yang oleh orang lain tidak dirasakan berat,  akan tetapi bagi dirinya hal  itu sudah  sangat berat sehingga menyebabkannya gelisah, tidak bisa tidur, dan hilang nafsu makan.  Mereka sendiri tidak mengerti dan tidak dapat menahan atau mengatasi kecemasannya. Inilah yang dalam istilah  kesehatan mental dinamakan anxiety dan phobia atau takut yang tidak pada tempatnya.[3]  Jadi di antara gangguan  perasaan yang disebabkan oleh terganggunya kesehatan mental adalah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri, pemarah, dan  ragu (bimbang).
2.      Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Pikiran
Di antara masalah yang sering menggelisahkan orang tua, adalah menurunnya  kecerdasan dan kemampuan anaknya dalam pelajaran atau semangat belajarnya menurun, jadi pelupa, dan tidak sanggup memusatkan perhatian.[4]
Mengenai pengaruh kesehatan mental atas pikiran, memang besar sekali. Di antara gejala yang bisa dilihat yaitu sering lupa, tidak bisa mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu hal yang penting, kemampuan berfikir menurun, sehingga merasa seolah-olah tidak lagi cerdas, pikirannya tidak bisa digunakan, kelemahan dalam bertindak, lesu, malas, tidak bersemangat kurang inisiatif, dan mudah terpengaruh oleh kritikan-kritikan orang lain, sehingga mudah meninggalkan rencana baik yang telah dibuatnya hanya karena kritikan orang lain. Semuanya itu bukanlah suatu sifat yang datang tiba-tiba dan dapat diubah dengan nasehat dan teguran saja, akan tetapi telah masuk terjalin ke dalam pribadinya yang tumbuh sejak kecil.
3.      Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Kelakuan
Ketidaktentraman hati, atau kurang sehatnya mental, sangat mempengaruhi kelakuan dan tindakan seseorang, seperti nakal, pendusta, menganiaya diri sendiri atau orang lain, menyakiti  badan orang atau hatinya dan berbagai kelakuan menyimpang lainnya.  
4.      Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Kesehatan Badan
Di antara masalah yang banyak terjadi dalam masyarakat maju, adalah adanya kontradiksi yang tidak mudah dimengerti yaitu masalah kesehatan. Kalau pada masa dahulu, penyakit dan bahaya yang sangat mencemaskan orang adalah penyakit menular dan penyakit-penyakit yang mudah menyerang.  Penyakit-penyakit tersebut dapat diatasi dengan obat-obatan  dan cara-cara pencegahan yang ditemukan para ahli. Akan tetapi, pada masyarakat maju telah timbul suatu penyakit  yang lebih berbahaya dan sangat menegangkan  yaitu penyakit gelisah, cemas, dan berbagai penyakit  yang tidak dapat diobati oleh ahli-ahli kedokteran. Karena penyakit itu timbul  bukan karena kekurangan pemeliharaan kesehatan atau kebersihan akan tetapi karena kehilangan ketenangan jiwa.[5]

C.    Ciri-ciri Manusia yang Sehat Mentalnya

1.      Ciri Manusia yang Sehat Mentalnya
Orang yang sehat mentalnya adalah orang-orang yang mampu merasakan kebahagian dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasa bahwa dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin, yang membawa kebahagiaan bagi  dirinya sendiri dan orang lain. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas (dengan dirinya, orang lain, dan suasana sekitar). Orang-orang inilah yang terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.
Maka orang yang sehat mentalnya, tidak akan merasa ambisius, sombong, rendah diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak dan tingkah lakunya, ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk  kemanfaatan dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk bermegah-megahaan dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi digunakannya untuk menolong orang yang miskin dan melindungi orang yang lemah. Seandainya semua orang sehat mentalnya, tidak akan ada penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan perkelahian dalam masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua orang dapat merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolong-menolong.
2.      Manusia  yang Kurang Sehat Mentalnya
Manusia  yang kurang sehat ini sangat luas, mulai dari yang seringan-ringannya sampai kepada yang seberat-beratnya. Dari orang yang merasa terganggu ketentraman batinnya, sampai kepada orang yang sakit jiwa. Gejala yang umum, yang tergolong kepada yang kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi antara lain pada:
Perasaan        :   Yaitu perasaan terganggu, tidak tenteram, rasa gelisah, tidak tentu yang digelisahkan, tapi tidak bisa pula mengatasinya (anxiety); rasa takut yang tidak masuk akal atau tidak jelas yang ditakuti itu apa (phobi), rasa iri, rasa sedih, sombong, suka bergantung kepada orang lain, tidak mau bertanggung jawab, dan sebagainya.
Pikiran           :   Gangguan terhadap kesehatan mental, dapat pula mempengaruhi pikiran, misalnya anak-anak menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka bolos, tidak bisa konsentrasi, dan sebagainya. Demikian pula orang dewasa mungkin merasa bahwa kecerdasannya telah merosot, ia merasa bahwa kurang mampu melanjutkan sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhi orang, menjadi pemalas, apatis, dan sebagainya.
Kelakuan       :   Pada umumnya kelakuan-kelakuan yang tidak  baik seperti kenakalan, keras kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang, membunuh, dan merampok, yang menyebabkan orang lain menderita dan teraniaya haknya
Kesehatan     :   Jasmani dapat terganggu bukan karena adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani itu, akan tetapi rasanya sakit, akibat jiwa tidak tenteram, penyakit yang seperti ini disebut psychosomatic. Di antara gejala penyakit ini yang sering terjadi seperti sakit kepala, merasa lemas, letih, sering masuk angin, susah nafas, sering pingsan, bahkan sampai sakit yang lebih berat, lumpuh sebagian anggota jasmani, kelu lidah  saat bercerita, dan  tidak bisa melihat (buta) yang terpenting adalah  penyakit jasmani itu tidak  mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.[6]
Inilah gejala-gejala kurang sehat yang agak ringan, dan lebih berat dari itu, mungkin menjadi gangguan jiwa (neourose) dan terberat adalah sakit jiwa (psychose).
3.      Syarat-syarat yang Diperlukan dalam  Pembangunan Mental
Di antara syarat-syarat terpenting dalam pembangunan mental adalah:
a.       Pendidikan.
Pendidikan yang dimulai dari rumah tangga, dilanjutkan di sekolah, dan  juga dalam masyarakat. Pembangunan mental, mulai sejak anak lahir, di mana semua pengalaman yang dilaluinya mulai lahir, sampai mencapai usia dewasa (21 tahun), menjadi bahan dalam pembinaan mentalnya. Maka syarat-syarat yang diperlukan, dalam pendidikan baik di rumah, sekolah maupun masyarakat ialah kebutuhan-kebutuhan pokoknya harus terjamin, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan psikis dan sosial. Di mana harus terjamin makan minum yang cukup memenuhi syarat kesehatan untuk pertumbuhannya di rumah, sekolah dan masyarakat, maka anak-anak itu harus:
1)      Merasa disayangi oleh ibu-bapak, guru, dan kawan-kawannya. Anak yang merasa kurang disayangi, atau kurang diperhatikan kepentingan dan kebutuhannya, akan merasa hidup menderita. Apabila ia merasa tidak disayangi, terutama waktu kecil ia tidak akan pernah merasa kasih sayang kepada orang lain dan tidak akan merasakan kesayangan orang kepadanya di kemudian hari, ia akan cenderung kepada perasaan sedih, murung, menyendiri dan benci kepada masyarakat atau orang di sekitarnya. Emosinya mungkin tidak matang.
2)      Merasa aman, tentram, di mana ia tidak sering dimarahi, dihina, diperlakukan tidak adil, diancam, orang-orang yang berkuasa di sekelilingnya tidak sering bertengkar, kebutuhannya yang pokok terpenuhi (keadaan ekonomi yang sangat kurang ikut mempengaruhi mental anak apabila ia berada dalam kelompok orang-orang yang mampu) dan lain-lain, yang menyebabkannya tidak aman.
3)      Merasa bahwa ia dihargai, misalnya kalau ia berbicara atau bertanya didengar dan dijawab seperlunya, jika ia bersalah, ditegur atau dimarahi tidak di hadapan kawan-kawannya, ia tidak merasa diejek, diremehkan, dibandingkan dengan yang lain, dan sebagainya.
4)      Merasa bebas, tidak terlalu diikat oleh peraturan-peraturan dan disiplin yang terlalu keras, ia bebas memilih teman (dalam batas yang tidak merusak), bebas memilih pakaian yang disukainya (dalam batas yang tidak melanggar susila), dan bebas membelanjakan uang jajannya, dan sebagainya.
5)      Merasa sukses, sejak kecil orangtua harus mendidik dan mengajar anak sesuai dengan kemampuan bakat dan pertumbuhannya, jangan sampai anak merasa bahwa terlalu jauh yang harus dijangkaunya, atau terlalu berat yang harus diusahakannya. Karena kalau anak merasa tidak mampu melaksanakan sesuatu yang diharapkan darinya, ia akan merasa gagal. Kegagalan-kegagalan itu akan membawa pada tekanan jiwa dan menimbulkan frustasi, yang akhirnya mungkin menyebabkan hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri.
6)      Kebutuhannya untuk mengetahui harus dapat terpenuhi, pertanyaannya dijawab, kepadanya diberi kesempatan untuk dapat mengenal sesuatu yang diinginkannya. 
b.      Pembinaan Moral
Pembinaan moral harus dilakukan sejak kecil, sesuai dengan umurnya. Karena setiap anak dilahirkan belum mengerti mana yang benar mana yang salah dan belum tahu batas-batas atau ketentuan-ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Pendidikan moral harus dilakukan pada permulaan di rumah dengan latihan terhadap tindakan-tindakan yang dipandang baik menurut ukuran-ukuran lingkungan tempat ia hidup. Setelah anak terbiasa bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh aturan-aturan moral, serta kecerdasan dalam  kematangan berfikir telah terjadi, barulah pengertian-pengertian yang abstrak diajarkan.
Pendidikan moral yang paling baik terdapat dalam agama. Maka pendidikan agama yang mengandung nilai-nilai moral, perlu dilaksanakan sejak anak lahir (di rumah), sampai duduk di bangku sekolah dan dalam lingkungan masyarakat tempat ia hidup.
c.       Pembinaan Jiwa Taqwa
Jika menginginkan anak-anak dan generasi yang akan datang hidup bahagia, tolong-menolong, jujur, benar dan adil, maka mau tidak mau, penanaman jiwa taqwa perlu sejak kecil. Karena kepribadian (mental) yang  unsur-unsurnya terdiri dari antara lain keyakinan beragama, maka dengan sendirinya keyakinan itu akan dapat mengendalikan kelakuan, tindakan dan sikap dalam hidup. Karena mental sehat yang penuh dengan keyakinan beragama itulah yang menjadi polisi, pengawas dari segala tindakan.
Jika setiap orang mempunyai keyakinan beragama, dan menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu ada polisi dalam masyarakat karena setiap orang tidak mau melanggar larangan-larangan agama karena merasa bahwa Tuhan Maha Melihat dan selanjutnya masyarakat adil makmur akan tercipta, karena semua potensi manusia (man power) dapat digunakan dan dikerahkan untuk dirinya sendiri.
Pembangunan mental tak mungkin tanpa menanamkan jiwa agama pada tiap-tiap orang. Karena agamalah yang memberikan nilai-nilai yang dipatuhi dengan suka rela, tanpa adanya paksaan dari luar atau polisi yang mengawasi atau mengontrolnya. Karena setiap kali terpikir atau tertarik hatinya kepada hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya, taqwanya akan menjaga dan menahan dirinya dari kemungkinan jatuh kepada perbuatan-perbuatan yang kurang baik itu.[7]
Mental yang sehat ialah yang iman dan taqwa kepada Allah S.W.T, dan mental yang beginilah yang akan membawa perbaikan hidup dalam masyarakat dan bangsa.
Taqwa dan iman sama pentingnya dalam kesehatan mental, fungsi iman dalam kesehatan mental adalah menciptakan rasa aman tentram, yang ditanamkan sejak kecil. Obyek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul iman). Semuanya mempunyai fungsi yang menetukan dalam kesehatan mental seseorang.[8]


[1] Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan  Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.  132
[2] Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental dalam Pendidikan dan Pengajaran, Pidato Pengukuhan Guru Besar  Tetap di IAIN Sarif Hidayatullah, (Jakarta: 1984), hlm. 4-7.
[3] Zakiah Daradjat,  Pembinaan Jiwa atau Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 8

[4] Ibid,... hlm 10
[5] Zakiah Daradjat, Pembinaan...., hlm. 12
[6]Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,(Jakarta: Bulan Bintang 1970),hlm. 39-42
[7] Ibid., hlm. 42-46

[8] Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hlm. 13-14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar