Minggu, 15 Januari 2012

MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN DINAMIKA PEMIKIRAN SERTA GERAKAN ISLAM DI INDONESIA



Oleh : Drs. H. Ahmad Hakim, MA., Ph.D.


I.              PENDAHULUAN
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga keagamaan yang dipercaya oleh masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Dalam banyak hal yang bersifat keagamaan, masyarkat dan Pemerintah bergantung kepadanya untuk mendapatkan penjelasan dan keputusan. Untuk itu menarik untuk dikaji apa yang di tentang pemikiran dan gerakan Islam.
Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk menelusuri fatwa-fatwa MUI terkait corak pemikiran dan gagasan tentang gerakan yang pernah diputuskan selama ini. Sebelum itu akan dijelaskan pula siapakah orang-orang yang tergabung dalam MUI. Sumber tulisan ini adalah buku kumpulan fatwa MUI yang saat ini selain ada dalam bentuk cetak juga dalam bentu CD.

II.            SIAPA MAJELIS ULAMA
Peran MUI semakin tampak ketika kemajuan dalam bidang iptek dan tuntutan pembangunan yang telah menyentuh seluruh aspek kehidupan. Karena kemjuan tersebut di samping membawa berbagai kemudahan dan kebahagiaan, ia menimbulkan sejumlah perilaku dan persoalan-persoalan baru. Cukup banyak persoalan yang beberapa waktu lalu tidak pernah dikenal, bahkan tidak pernah terbayangkan, kini hal itu menjadi kenyataan.
Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam di bumi Nusantara ini semakin tumbuh subur. Oleh karena itu, sudah merupakan kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat mendapatkan jawaban yang tepat dari pandangan ajaran Islam.Telah menjadi kesadaran bersama bahwa membiarkan persoalan tanpa ada jawaban dan membiarkan umat dalam kebingunan tidak dapat dibenarkan, baik secara i’tiqadi maupun secara syar’i. Oleh karena itu, para alim ulama dituntut untuk segera mampu memberikan jawaban dan berupaya menghilangkan kehausan umat akan kepastian ajaran Islam berkenaan dengan persoalan yang mereka hadapi.
Demikian juga, segala hal yang dapat menghambat proses pemberian jawaban (fatwa) sudah seharusnya segera dapat diatasi. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah SWT :

“Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat” (QS. al-Baqarah [2]: 159).

Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang merupakan wadah musyawarah para ulama, zu’ama, dan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia adalah lembaga paling berkompeten bagi pemecahan dan menjawab setiap masalah sosial keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat serta telah mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat maupun dari pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut di atas, sudah sewajarnya bila MUI sesuai dengan amanat Musyawarah Nasional VI tahun 2000 lalu, senantiasa berupaya untuk meningkatkan kualitas peran dan kinerjanya, terutama dalam memberikan solusi dan jawaban keagamaan terhadap setiap permasalahan yang kiranya dapat memenuhi harapan masyarakat yang semakin kritis dan tinggi kesadaran keberagamaannya.

III.           PEMIKIRAN KEAGAMAAN
Jika MUI itu merupakan wadah musyawarah para ulama, zu’ama, dan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia, bagaimana corak pemikiran keagamaannya. Jawaban atas pertanyaan ini dapat dibaca pada fatwa MUI tentang pluralisme, sekularisme, dan liberlisme.
Dalam fatwa ini, yang dimaksud oleh MUI dengan :
1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3.   Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
4. Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

MUI berendapat bahwa :
1.   Pluralisme, sekularisme, dan liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama  dari keputusan fatwa ini adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
2.   Umat Islam haram mengikuti paham pluralisme, sekularisme, dan liberalisme agama.
3.   Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4.   Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.

IV.          PEMIKIRAN YANG KOMPREHENSIF
Lalu pemikiran seperti apa yang diikuti oleh MUI? Tampaknya model pemikiran yang diikuti oleh MUI adalah pemikiran yang komprehensif dan itu seperti model pemikiran dalam penentuan fatwa. Bahwa Dasar penentuan dan sifat aktivitas fatwa adalah :
1.   Penetapan fatwa didasarkan pada al-Qur’an, sunnah (hadits), ijma’, dan qiyas serta dalil lain yang u’tabar.
2.   Aktivitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang dinamakan Komisi Fatwa.
3.   Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif.
Sedangkan metode penetuan fatwa oleh MUI adalah sebagai berkut :
a.   Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat para imam mazhab dan ulama yang mu’tabar tentang masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut dalil-dalilnya.
b.   Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan sebagaimana adanya.
c.   Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab, maka :
1) Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu di antara pendapat-pendapat ulama mazhab melalui metode al-jam’u wa al-taufiq.
2)   Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui  metode muqaranah dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh Muqaran.
d.   Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad  jama’i (kolektif) melalui metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsani, ilhaqi), istishlahi, dan sadd al-zari’ah.
e. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan umum (mashalih ammah) dan maqashid al-syari’ah.

V.           GERAKAN ISLAM
Akhir-akhir iini sering muncul gerakan yang mengatasnamakan jihad Islam tapi bentukya membuat orang lain takut atau bahkan merusak. Oleh karena itu MUI perlu membuat penejelasan tentang perbedaan antara teror dan Jihad. 
1.   Pengertian Terorisme dan Perbedaannya dengan Jihad
Meskipun belum ada kesepakatan mengenai pengertian terorisme, namun secara umum dapat dipahami bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme  adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif). Dalam khazanah fiqih Islam, terorisme memenuhi unsur tindak pidana (jarimah/hirabah). Para fuqaha mendefinisikan al-muharib dengan istilah : “Orang yang mengangkat senjata melawan orang banyak dan menakut-nakuti mereka maka dia tidak termasuk golongan kami”.
Jihad mengandung dua pengertian :
a.   Segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut al-qital atau al-harb.
b.   Segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan  untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah).
2.   Perbedaan antara Terorisme dengan Jihad
a.   Terorisme :
1). Sifatnya merusak (ifsad) dan anarkhis/chaos (faudha).
2).  Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain. Dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
 b.   Jihad :
1).  Sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan.
2).  Tujuannya menegakkan agama Allah dan/atau membela hak-hak pihak yang terzholimi.
3).  Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syari’at dengan sasaran musuh yang sudah jelas.
3.   Hukum Melakukan Teror Dan Jihad
a.   Hukum melakukan teror adalah Haram, baik dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun negara.
b.   Hukum melakukan Jihad adalah Wajib.
4.   Bom bunuh diri dan Amaliyah al-Istisyhad
a.   Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri sementara pelaku amaliyah al-istisyhad mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah sedangkan pelaku amaliyah al-Istisyhad adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju untuk mencari rahmat dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
b.   Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan keputusasaan (al-ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs), baik dilakukan di daerah damai (daar al-shulh/daar al-salaam/daar alda’wah) maupun di daerah perang (daar al-harb).
c.   Amaliyah al-Istisyhad (tindakan mencari kesyahidan) dibolehkan karena merupakan bagian dari jihad bin-nafsi yang dilakukan di daerah perang (daar al-harb) atau dalam keadaan perang dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut (irhab) dan kerugian yang lebih besar di pihak musuh Islam, termasuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri. Amaliyah al-Istisyhad berbeda dengan bunuh diri.

VI.          BENTUK NEGARA
Hal-hal yang mendorong gerakan teroris dan menakuti atau merusak adalah pandangan dan kedudukan Negara Republik Indenesia (NKRI). MUI mearasa perlu untuk menjelaskan kepada umat tentang eksistensi negara Republik Indonesia. MUI menjelaskan :
1.   Kesepakatan bangsa Indonesia untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai ikhtiyar untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan kehidupan bersama, adalah mengikat seluruh elemen bangsa.
2.   Pendirian NKRI adalah upaya final bangsa Indonesia untuk mendirikan negara di wilayah ini.
3.   Wilayah NKRI dihuni oleh penduduk yang sebagian besar beragama Islam, maka umat Islam wajib memelihara keutuhan NKRI dan menjaga dari segala bentuk pengkhianatan terhadap kesepakatan dan upaya pemisahan diri (separatisme) oleh siapapun dengan alasan apapun.
4.   Dalam rangka menghindarkan adanya pengkhianatan dan/atau pemisahan diri (separatisme) negara wajib melakukan upaya-upaya nyata untuk menciptakan rasa adil dan aman.
5. Bahwa umat Islam memerlukan penyamaan manhaj al fikr dan penyatuan langkan gerakan (harakah) agar keikutsertaan umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat memberikan andil yang maknawi dalam menciptakan kebersamaan perjuangan menuju masyarakat yang berkeadilan dan diridlai oleh Allah SWT sejahtera secara merata serta penyadaran terhadap elemen-elemen yang cenderung melakukan tindakan pengkhianatan dan/atau separatisme.
6.   Upaya pengkhianatan terhadap kesepakatan bangsa Indonesia dan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sah, dalam pandangan Islam termasuk bughat. Sedangkan bughat adalah haram hukumnya dan wajib diperangi oleh negara.
7. Setiap orang, kelompok masyarakat, lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi yang melibatkan diri, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, dalam aktifitasnya yang mengarah pada tindakan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI adalah termasuk bughat.
MUI juga mengajukan gagasan agar tidak ada benturan antara Islam dan kebangsaan. Hal ini ditempuh dengan mengajukan pemahaman sebagai berkut :
a.   Ajaran Islam sebagai ajaran yang bersumber dari wahyu adalah suatu kebenaran mutlak yang mengandung tuntunan kebajikan yang bersifat universal dan meliputi seluruh aspek kehidupan.
b. Ajaran Islam sebagai tuntunan yang bersifat universal, memandang dan menempatkan manusia dalam harkat martabat yang sangat mulia. Oleh karena itu Islam menjunjung tinggi nilai-nilai yang memuliakan hak-hak dasar kemanusiaan yang luhur seperti kemerdekaan (al-hurriyah), persamaan (al-musawah), keadilan (al-’adalah/al-qisth), dan kedamaian (al-silm).
c.   Nilai-nilai yang dibawa arus modernisasi dan globalisasi yang sesuai dengan ajaran Islam dan membawa kabajikan dapat diterima sebagai nilai universal Islam, karena Islam menganggap setiap kebaikan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam dapat diterima sebagai sebuah kebajikan.
d.   Nilai-nilai yang dibawa arus modernisasi dan globalisasi yang bertentangan dengan ajaran Islam dan mendatangkan kerusakan (mafsadat) bagi kehidupan harus ditolak.
e.   Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agama harus dijadikan sebagai sumber inspirasi dan kaedah penuntun, sehingga tidak terjadi benturan antara kerangka berpikir keagamaan dan kerangka berpikir kebangsaan.

VII.         PENUTUP
Untuk menciptakan pemikiran dan gerakan Islam yang harmoni dengan kebangsaan dan menghindari konflik antar sesama anak bangsa, ada bebera cara yang perlu diperhatikan. MUI menyatakan :
1.   Perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan umat Islam merupakan suatu yang wajar, sebagai konsekwensi dari pranata “ijtihad” yang memungkinkan terjadinya perbedaan.
2.   Sikap yang merasa hanya pendapatnya sendiri yang paling benar serta cenderung menyalahkan pendapat lain dan menolak dialog, merupakan sikap yang bertentangan dengan prinsip toleransi (al-tasamuh) dan sikap tersebut merupakan ananiyyah (egoisme) dan ‘ashabiyyah hizbiyyah (fanatisme kelompok) yang berpotensi mengakibatkan saling permusuhan (al-’adawah), pertentangan (al-tanazu’), dan perpecahan (al-insyiqaq).
3.   Dimungkinkannya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam harus tidak diartikan sebagai kebebasan tanpa batas (bila hudud wa bila dlawabith).
4.   Perbedaan yang dapat ditoleransi adalah perbedaan yang berada di dalam majal al-ikhtilaf (wilayah perbedaan). Sedangkan perbedaan yang berada di luar majal al-ikhtilaf tidak dikategorikan sebagai perbedaan, melainkan sebagai penyimpangan; seperti munculnya perbedaan terhadap masalah yang sudah jelas pasti (ma’lum min al-din bi aldlarurah).
5.   Dalam menyikapi masalah-masalah perbedaan yang masuk dalam majal al-ikhtilaf sebaiknya diupayakan dengan jalan mencari titik temu untuk keluar dari perbedaan (al-khuruj min al-khilaf) dan semaksimal mungkin menemukan persamaan.
6.   Majal al-ikhtilaf adalah suatu wilayah pemikiran yang masih berada dalam koridor ma ana alaihi wa ashhaby, yaitu faham keagamaan ahlus-sunnah wal jamaah dalam pengertian yang luas.

1 komentar:

  1. Wynn Hotel Casino And Spa in Las Vegas - MapYRO
    Wynn Hotel Casino And Spa is the 시흥 출장마사지 resort's official property. The 5,000-square-foot 속초 출장안마 casino features more 나주 출장안마 than 2,500 slots, 원주 출장샵 38 table games and a 동해 출장샵 full-service spa.

    BalasHapus